Kebijakan Aturan PLTS Bertolak Belakang dengan Berkembangnya Energi Terbarukan

Saat ini Masyarakat yang ingin menggunakan PLTS maupun masyarakat sipil yang tergabung dalam Koalisi Demokrasi Energi menganggap sejumlah kebijakan yang dibuat pemerintah bertolak belakang dengan komitmen Indonesia melakukan transisi energi, sebagai salah satu upaya untuk menurunkan emisi negara dari sektor energi. Koalisi minta kebijakan penghambat itu segera dibatalkan khususnya dari kebijakan ESDM hingga regulasi PLN.

Salah satu kebijakan yang dimaksud adalah revisi Peraturan Menteri (Permen) Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) No. 26/2021, yang mengatur tentang pemasangan solar panel atau PLTS. Revisi Permen ini dianggap dapat membantu rencana internal PLN yang membatasi kapasitas pemasangan surya atap hanya 10-15 persen dari kapasitas terpasang. Yang dimana aturan ini sangat menghambat pengembangan energi terbarukan dalam rencana ketenagalistrikan khususnya energi surya yang sebelumnya sangat di gembar-gemborkan oleh pemerintah Indonesia.

Jika memang pemerintah berkomitmen untuk melakukan transisi, seharusnya PLN dan jajarannya menjalankan aturan yang sudah diterapkan oleh pemerintah Indonesia dalam hal ini Kementerian ESDM. Tetapi pada nyatanya, PLN jadi membuat peraturannya sendiri bahkan setiap region wilayah memiliki peraturan yang berbeda-beda dan tidak patuh pada kebijakan yang lebih tinggi, Transisi energi tidak akan bisa berjalan dan energi surya akan tidak kompetitif harganya apa lagi dengan harga di negara-negara maju yang sudah menerapkan energi terbarukan ini sejak lama, bila tiap lembaga negara tidak memiliki kemauan yang serius untuk bertransisi melalui payung hukum yang mereka ciptakan.

Padahal Indonesia sebagai negara dengan skala geografis yang cukup besar memiliki berbagai macam potensi energi terbarukan yang belum dimanfaatkan secara optimal. Dengan matahari yang bersinar sepanjang tahun, Indonesia memiliki potensi sekitar 3.295 gigawatt (GW) energi surya yang bisa mencukupi kebutuhan seluruh negeri. Mulai banyak masyakarat yang meminta keseriusan pemerintah dalam implementasi transisi energi. Ini sebagai gelombang investasi yang besar juga harus dibarengi dengan payung hukum dan kemauan politik untuk melepas ketergantungan pada jebakan energi batu bara.

Greenpeace pernah melakukan survei pada tahun 2020 dan menemukan bahwa lebih dari 80 persen warga Jakarta ingin memasang panel surya di rumahnya. Tingginya keinginan masyarakat yang ingin memasang panel surya harusnya bisa menjadi landasan bagi pemerintah agar membuat payung hukum yang lebih serius untuk mendukung penerapan energi terbarukan di Masyarakat.